BAB 1
Pandangan Manusia Tentang Tuhan
A. Filsafat Ketuhanan
1. Mengenal Tuhan
Ibnu Thufail seorang filosof terkemuka muslim bercerita tentang pikiran filosofis religiusnya. Berikut ceritanya :
Seorang anak kecil bernama Yahya dibuang kesebuah pulau tak berpenghuni dan terpencil. Disana dia diasuh oleh seekor rusa.yahya dikaruniai Allah kecerdasan yang luar biasa. Suatu hari dia berfikir bahwa semua hewan tertutup auratnya dengan kulit dan bulu. Sehingga dia mengambil bulu-bulu burung dan daun-daunnan untuk menutup auratnya. Lalu dia juga melihat api yang membakar hutan itu. api itu diambilnya lalu dicobanya untuk membakar burung yang ternyata rasanya enak. Setelah itu dia mulai berburu hewan untuk dimakan.
Hari berikutnya, tiba-tiba saja rusa yang mengasuhnya sejak kecil mati. Dia heran mengapa rusa itu mati dengan sendiri tanpa ada yang membunuh. Yahya lalu mencoba membedah tubuh rusa itu, mencari-cari penyebab mengapa rusa itu bisa mati. Namun dia tidak menemukan apa-apa. Tubuhnya masih utuh dan lengkap. Lalu dia merenung dan akhirnya yahya mengerti bahwa sebab kematian itu berada diluar badan itu. dari itulah dia mulai mempercayai adanya tuhan yang mengatur segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Pada suatu hari seorang yang telah menjalankan syariat nabi bernama salman datang ke pulau tempat tinggal yahya. Lalu salman menceritakan kebenaran-kebenaran yang ia peroleh dari wahyu, sedangkan yahya menceritakan penemuan akalnya sendiri. Akhirnya, kedua orang tersebut dapat saling menerima penjelasan itu dan memperkuat ajaran agama.
Dari cerita yahya ini, Ibn Thufail mencoba menyampaikan beberapa hal yang menarik. Yaitu :
1. Akal dapat berkembang saendiri tanpa bergantung dengan masyarakat yang sudah maju dan dengan akal manusia mampu untuk sampai kepada tuhan.
2. Agama pada azasnya sesuai dengan alam fikiran. Dengan akal manusia dapat menyelami maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh agama.
3. Melalui cerita ini Ibn thufail ingin menjelaskan bahwa dia mampu memecahkan masalah antara akal dan agama, akal dan iman serta mencoba menyesuaikan antara kedua pertentangan tersebut.
2. Mencari Tuhan
Seringkali kita terpengaruh terhadap kebenaran sebuah agama hanya lantaran sejarahnya yang begitu mengagumkan, atau hanya lantaran seruan moralnya yang mengharu biru. Padahal dibalik semua itu, boleh jadi terpendam kekeliruan yang sudah sedemikian busuk sehingga pesona moral dan social yang ditampakkan lebih sebagai upaya untuk menyelubungi irrasional keberadaannya.
Pada kacamata agama apapun, Tuhan merupakan konsep dasar yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Tanpa konsep ke-Tuhanan dengan sendirinya agama akan kehilangan legitimasi superiornya. Agama tak ubahnya sekumpulan norma-norma social belaka, tanoa orientasi spiritual apapun.
Ayat yang pertama kali turun :
“Bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan , dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah, dan tuhanmu yang maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam, dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Qs. Al-‘Alaq : 1-5 )
Ayat diatas menjelaskan bagaimana Allah mengajarkan membaca dengan melihat sesuatu penciptaan manusia mulai dari bentuk mudhgah (segumpal darah) hingga menjadi bentuk yang sempurna. Kalau kita memahaminya kita bisa menceritakan ke orang lain. Maka secara tidak sadar kita telah mengajarkan ilmu.
Pada proses pembentukan manusia secara biologi, banyak kejadian yang diluah kekuasaan kita. Ternyata kita bukan apa-apa. Kita hanya sebagai saksi atas ‘pekerjaan’ alah yang logis dan mudah diterima oleh siapa saja yang mau berfikir. Dengan cara demikian Allah berkomunikasi memberikan ajarannya melalui “kalam” sehingga manusia menjadi tahu dan berilmu.
Allah yang sebenarnya mengendalikan semua yang ada disemesta alam. Allah yang menggerakan bumi dan bintang-bintang, Allah yang mengatur senyawa-senyawa bereaksi dan butiran-butiran atom bergerak pada porosnya.
Firman Allah :
“kemudian dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabutlalu dia berkata kepadanya dan pada bumi ; silahkan kalian mengikuti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa. Jawab mereka : kami mengikuti dengan suka hati “(Qs. fushilat ayat 11)
Allah-lah yang menuntun manusia, memberikan inspirasi, ilham dan wahyu. Tubuhnya patuh mengikuti perintah Tuhannya tidak terkecuali orang kafir. Sunnah-sunnah Allah berlaku kepada alam semesta baik yang mikro maupun yang makro.
Jelas pula bahwa dengan jalan pengamatan pada isi bumi, Allah mengungkapkan hokum-hukum alam-Nya dan mengijinkan kita untuk menganalisis kembali bagaimana bumi tercipta dan berkembang, dan mahluk hidup diciptakan serta dievolusikan allah dalam rangka penyempurnaan hingga tercipta manusia.
Namun banyak orang meragukan bagaimana kalau kita tersesat dan ternyata setan yang menjadi guru kita? Sesungguhnya jika kita berserah diri secara total kepada Allah, kita tidak akan tersesat. Karena itu mari kita hilangkan rasa takut tersesat. Rasa takut yang tidak beralasan inilah yang justru menjebak kita untuk berhenti mendekatkan diri kepada Allah. Syetan berhasil memanfaatkan alas an “tersesat” sehingga kita lupa bahwa kita telah dan sedang tersesat.
3. Membuka Hijab
Hijab adalah tirai penutup. Didalam ilmu tasawuf biasa disebut sebagai penghalang lajunya jiwa menuju khaliqnya. Penghalang itu adalah dosa-dosa yang setiap hari kita lakukan. Dosa merupakan kabut yang menutup mata hati, sehingga hati tidak mampu melihat kebenaran yang datang dari Allah. Cahaya Allah tidak bisa ditangkap dengan pasti. Dengan demikian manusia akan selalu berada dalam keraguan atau was-was.
Jika hijab itu dapat terbuka maka segala cara amalan ibadah akan diterapkan untuk memudahkan sampainya seseorang kepada tingkat mukhlisin yaitu orang yang benar-benar berada dalam keadaan rela dan menerima Allah sebagai Tuhannya secara transcendent.
Pernyataan tentang keberadaan Allah sering kali kita mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan, bahkan kita mendapatkan cemoohan sebagai orang yang terlalu mengada-ada. Menyatakan keberadaan “Tuhanku” adalah merupakan pertanyaan fitrah seluruh manusia. Sehingga Allah memberikan jawaban tentang pertanyaan itu dalam Firman Allah :
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang “Aku” maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka itu beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Qs. Al Baqarah, 2:186)
Di dalam ayat di atas, mengungkapkan keberadaan Allah sebagai wujud yang sangat dekat. Maka jawaban atas pertanyaan “dimanakah Allah?”. Al Qur’an mengungkapkan jawaban secara dimensional. Allah menjawab “… Aku ini dekat”, kemudian jawaban meningkat sampai kepada “aku lebih dekat dari urat leher kalian …atau dimana saja kalian menghadap disitu wujud wajah-Ku… dan Aku ini maha meliputi segala sesuatu.”
Keempat jawaban tersebut menunjukan bahwa Allah tidak bisa dilihat hanya dari satu dimensi saja, akan tetapi Allah merupakan kesempurnaan wujud-Nya, seperti di dalam Firman Allah :
“Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka kemampuan kamu menghadap disitulah wajah Allah maha luas lagi maha mengetahui” (Qs. Al Baqarah, 2:115)
Sangat jelas sekali bahwa Allah menyebut dirinya “Aku” berada meliputi segala sesuatu, dilanjutkan surat Al Baqarah, 2:115 … kemampuan kamu menghadap disitulah wajah-Ku berada ! kalau kita perhatikan jawaban Allah begitu lugas dan tidak merahasiakan sama sekali akan wujud-Nya.
Untuk bisa memahami Tuhan, kita harus mengerti keterbatasan konsepsi kita sendiri, karena menurut perspektif ketakterhinggaan, tak ada yang bisa mengenal Allah kecuali Allah sendiri. Karena itu kita tidak punya pengertian tentang tuhan. “tuhan konsepsi sayan dan tuhan konsepsi hakiki yang berada jauh dari konsepsi saya”.
“Pertanyaan demi pertanyaan timbul dari ketidaktahuan (hijab), kenyataan bahwa Allah sangat dekat… tertutup oleh kebodohan ilmu kita selama ini. Seperti contoh ibarat seseorang yang bermalam disuatu tempat, tiba-tiba pada malam hari ketika ia akan buang air, terdengar suara angin yang menderu masuk lobang sehingga persis sama dengan suara harimau, maka ia tidak berani keluar. Tiba pada pagi hari ia tidak melihat bekas harimau, maka ia tahu bahwa itu hanya tekanan angin yang masuk ke lobang, bukan tertahan oleh harimau, hanya karena perkiraan adanya harimau.
Jadi ketika kamu berfikir bahwa Allah itu jauh maka Allah seakan jauh di luar sana … sehingga kita tidak merasakan kehadiran-Nya yang terus menerus berada dalam kehidupan kita. Dari keterangan di atas menyimpulkan bahwa kita ternyata telah salah kaprah mengartikan sosok dzat selama ini, yang kita sangka adalah konsepsi “saya”, bukan konsepsi hakiki, yaitu wujud yang takterbandingkan oleh perasaan, pikiran, mata hati, dan seterusnya. Allah kita adalah Allahnya Musa, … Allahnya ibrahim, … dan Allahnya Muhammad … yaitu yang Maha tak terjangkau oleh Apapun.
B. KONSEP DIN DAN ISLAM
1. Pengertian Din dan Islam
Al-din : ketaatan
dana : bila ia menyertai
yadinu : menyerah kepada
dinan : mentaati
Qawn din : kaum yang berserah diri dan taat.
Namun intinya Din adalah sejenis kepasrahan dan kerendahan.
Sedangkan secara etimologi Islam berasal dari kata aslama yang mengandung pengertian :
khadla’a : tunduk
astaslama : sikap berserah diri
adda : menyerahkan atau menyampaikan
al-inqiyad : tunduk, patuh
al-ikhlas : tulus
al- tha’ah : taat
as-salam : damai atau selamat
Jadi islam adalah tunduk berserah diri, taat dan patuh kepada perintah dan larangan yang berkuasa (al-amin) tanpa membantah.
Jadi secara denotatif, din dan islam itu bermakna sama. Secara konotatif, din menunjukan kepatuhan yang umum. Sedangkan islam menunjukan kepatuhan kepada Allah.
2. Makna islam secara bahasa
berasal dari kata aslama yang berarti :
sama dengan salama, artinya menyerahkan sesuatu, menyerahkan diri pada kekuasaan orang lain, meninggalkan oarng dibawah kekuasaan orang lain, meninggalkan (seseorang) bersama (musuhnya).
membayar di muka.
sama dengan astaslama : menyerah, menyerahkan diri, pasrah, memasuki perdamaian.
sama seperti tSalmanlama : menjadi islam, al-shihhah mendefinisikan islam sebagai ungkapan kerendahan hati atau kepasrahan dan ketaatan secara lahiriah kepada hokum tuhan serta mewajibkan diri untuk melakukan atau mengatakan apa yang telah dilakukan dan dikatakan oleh Nabi saw.
aslamtu’anhu berarti meninggalkannya setelah aku terlibat didalamnya.
Jadi arti aslama : patuh, pasrah atau berserah diri.
Di dalam syarak, islam itu ada dua macam yaitu :
1. di bawah iman, yakni hanya mengakui dengan lidah saja.
2. di atas iman, bersamaan dengan pengakuan ada juga keyakinan dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar