TEORI BELAJAR KOGNITIF
A. Pandangan Tentang Belajar
Pikiran yang berada pada diri manusia adalah alat yang sangat bermanfaat dalam pembuatan makna dari suatu objek atau stimulus. Dari setiap mili detik, manusia melihat, mendengar, merasakan sesuatu, dan pada saat itu juga dia memutuskakn apa yang sedang diamatinya, menghubungkannya dengan apa yang telah diketahui sebelumnya, dan membuat keputusan apakah objek yang telah diamati itu perlu disimpan ataukah dilupakan begitu saja.
Proses pengamatan terhadap objek itu dapat berlangsung secara sadar atau tidak disadarinya, atau bahkan bisa dilakukan scara setengah sadar. Pengkajian terhadap belajar materi verbal yang sangat bermakna ini sangat penting mengingat proses belajar yang terjadi di dalam kelas berlangsung dalam proses komunikasi yang berisi pesan-pesan yang berkaitan dengan fakta, konsep, prinsip, dan ketermapilan yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Psikologi kognitif menyatakan bahwa peilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berda di luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktot-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasar pandangan itu, teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kodnisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang dating dari luar. Dengan kata lain, ajtivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berpikir, yakni proses pengolahan informasi.
Kegiatan pengolahan informasi yang berlangsung di dalam kognisi itu akan menentukan perubahan perilaku seseorang. Bukan jumlah informasi atau stimulus yang mengubah perilaku. Demikian pula kinerja seseorang diperoleh dari hasil belajar tidak tergantung pada jenis dan cara pemberian stimulus, melainkan lebih ditentukan oleh sejauh mana seorang mampu mengolah informasi sehingga dapat disimpan dan digunakan untuk merespon stimulus yang berada di sekelilingnya. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada cara seseorang menggunakan pikirannya untuk belajar, mengingat, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disimpan di dalam pikirannya secara efektif.
Teori belajar konstruktivistik menyatakan bahwa pendidik tidak dapat memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Sebaliknya, peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Peran pendidik adalah :
a) Memperlancar proses pengkonstruksian pengetahuan dengan cara membuat informasi secara bermakna dan relevan dengan peserta didik,
b) Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengungkapkan atau menerapkan gagasannya sendiri,
c) Membimbing peserta didik untuk menyadari dan secara sadar menggunakan strategi belajarnya sendiri. (Salvin,1994).
Dengan demikian fungsi utama pendidik adalah menyediakan tangga pemahaman yang puncaknya merupakan bentuk pemahaman paling tinggi, dan peserta didik harus menaiki tangga tersebut.
Intisari dari teori belajar konstruktivisme adalah bahwa belajar merupakan proses penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks yang berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang sebagai orang yang secara konstan memberikan informasi baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip (rules) yang telah dimiliki, kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi baru yang telah diperoleh. Agar peserta didik mampu melakukan kegiatan belajar, maka, dia harus melibatkan diri secara aktif.
B. Teori Pengolahan Informasi Tentang Belajar
Berbagai informasi yang memasuki pikiran setiap orang adalah melalui alat-alat pengindraan, seperti melihat, mendengar, atau merasakan. Informasi yang masuk pada indera itu sebagian ada yang diabaikan dan tanpa disadari ada juga yang masuk ke dalam alat penginderaan. Informasi yang masuk pada penginderaan itu ada sebagian yang disimpan sebentar di dalam memori dan dilupakan. Sedangkan sebagian lainnya disimpan lebih lama, bias jadi sampai akhir hayatnya. Misalnya,seseorang mampu menghapalkan nomor telepon teman yang akan dihubungi, namun setelah meneleponnya, nomor telepon yang baru diingat dilupakan lagi. Contoh lainnya, ketika seseorang bertengkar dengan orang lain, informasi yang diperoleh dan disimpan di dalam pikiran itu berlangsung lama, bahkan mungkin sampai akhir hayat.
Sekarang timbul pertanyan yaitu bagaimanakah proses pengolahan informasi itu dan bagaimana peran pendidik dalam membantu mengingat informasi dan ketrampilan penting dalam pembelajaran? Pertanyan ini akan dijawab oleh teori belajar kognitif dan mengarah pada teori pengolahan informasi.
Model Pengolahan informasi (gage dan Berliner,1984)
Keterangan:
Gambar menunjukan titik awal dan akhir dari peristiwa pengolahan informasi.
Garis putus-putus mencerminkan batas antara peristiwa kognitif internal dan dunia eksternal.
Stimulus fisik (cahaya, panas, tekanan udara, suara) ditangkap oleh seseorang dan disimpan secara cepat di dalam penampungan penginderaas jangka pendek (Sort-Term Sensory Store = STSS).
Apabila informasi disampaikan, maka informasi disampaikan ke memory jangka pendek (Sort-Term Memory=STM) dan system penampungan memori kerja (Working Memory=WM)..
Informasi yang ada pada STM atau WM jika diulang-ulang ataupun disandiakn akan masuk dalam memory jangka panjang (Long-Term Memory = LTM).
Komponen- komponen dalam teori pengolahan informasi,yaitu:
1. Penampungan Kesan-kesan Penginderaan Jangka Pendek (Sort-Term Sensory Store = STSS)
Komponen utama system memori yang berfungsi menerima informasi baru adalah pusat penampungan kesan-kesan penginderaan jangka pendek disebut juga memori inderawi. Komponen ini berfungsi menerima dan menahan informasi dalam waktu yang singkat.
Pusat penampungan kesan-kesan penginderaan ini menerima informasi dalam jumlah yang sangat banyak (kapasitas penampungan tidak terbatas) yang dihasilkan dalam proses penginderaan (penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, pengecapan) dan menahannya dalam waktu yang singkat, yakni tidak lebih dari dua detik. Apabila informasi itu tidak diperhatikan, maka informasi itu akan segera hilang.
Gage dan Berliner (1984) menyatakan bahwa stimulus yang berasal dari luar sebagaian besar mampu membangkitkan respon seseorang. Respon ini diwujudkan melalui perubahan postur tubuh, gelombang otak ataupun respon psikofisik lainnya. Respon ini berfokus pada stimulus, sehingga seseorang dapat memutuskan apakah ingin memperhatikan secara lebih dekat atau menghindarinya. Stimulus yang mampu membangkitkan perhatian itu dapat dikelompokan ke dalam empat kategori yaitu:
a. Stimulus Psikofisik (psychophysical stimulus)
Variasi intensitas, ukuran, suara, dan warna suatu stimulus dapat memunculkan respons tertentu. Pendidik yang mengajar dengan menggunakan metode ceramah dan suaranya berirama secara teratur, mislanya suara dikeraskan dengan maksud untuk memberikan tekanan pada isi materi tertentu, maka dapat membangkitkan respons pada diri peserta didik.
b. Stimulus Emosional (Emosional Stimulus)
Banyak stimulus yang mampu membangkitkan respons emosi seseorang, buku yang berisi materi bacaan seperti peperangan, penemuan sesuatu yang unik dan menakjubkan merupakan materi belajar yang mudah dipelajari dan diingat oleh peserta didik karena isi bacaan itu dapat membangkitkan emosi.
c. Stimulus Kesenjangan (discrepant stimulus)
Stimulus yang mampu membangkitkan perhatian sebagian tergantung pada efek kebaharuan, kompleksitas dan keunikan. Misalnya orang yang berpostur tubuh paling tinggi diantar kerumunan orang-orang tertentu akan lebih menarik perhatian dari pada orang-orang yang memiliki postur tubuh rata-rata.
d. Mandling Stimuli (manding Stimuli)
Mand merupakan pernyataan verbal yang memiliki konsekuensi tinggi. Dalam pembelajaran misalnya pada saat pendidik menyampaikan materi tiba-tiba menyatakan : “Nah,! Sekarang pehatikan benda-benda di sekeliling kamu, cari dan tunjukkan benda-benda yang dapat dijadikan contoh dari penjelasan tadi.”. pernyataan verbal ini memberi konsekuensi tertentu sehingga peserta didik memperhatikan benda-benda di sekelilingnya.
Keberadaan SSTS memiliki implikasi penting di dalam proses pembelajaran, yaitu:
a. Peserta didik harus memperhatikan informasi yang akan diinggat.
b. Proses membawa informasi kedalam alam sadar memerlukan waktu. Oleh karena itu apabila peserta didik diberikan banyak informasi dan tidak ditunjukan aspek mana yang diperhatikan, misalnya mereka akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajarinya. Demikian juga apabila mereka tidak diberi kesempatan untuk mengingat tentang informasi yang baru diterima, mereka juga akan mengalami kesulitan dalam menguasainya.
2. Memory jangka pendek (Sort-Term Memory=STM) dan Memori kerja (Working Memory=WM)
Kapasitas informasi ini terbatas kurang lebih tujuh penggal informasi. Informasi tidak dalam bentuk penginderaan kasar sebagaimana di STSS. Informasi yang telah ada bisa digeser oleh informasi baru. STM adalah memori kesadaran yaitu seseorang menyadari adanya informasi.
Memory kerja memiliki karakteristik seperti STM. Jika STM s eperti memory kesadaran, maka WM seperti alas atau papan penggaris yang digunakan untuk mengerjakan mental aritmatika, atau kegiatan lain, seperti membuat daftar orang-orang yang diundang ke pesta.
Informasi yang masuk ke dalam STM dapat berasal dari STSS atau dari LTM. Informasi yang masuk dari STSS dan LTM kadang masuk secara bersamaan . Misalnya, ketika seseorang melihat burung merpati, STSS mengirimkan bayangan burung burung merpati kepada STM. DAlam waktu yang sama, orang itu secara tidak sadar mencari informasi tentang burung-burung di dalam LTM-nya untuk mengidentifikasi tentang burung merpati tersebut. Pada waktu mengidentifikasi burung merpati di dalam pikirannya, orang tersebut menghadirkan banyak informasi tentang burung merpati yang diperoleh dari pengalaman masa lalu. Semua informasi tentang burung merpati itu disimpan dalam LTM dan masuk ke dalam kesadaran (STM) melalui proses mental tentang burung perkutut yang pernah dilihatnya.
Salah satu cara untuk menyimpan informasi ke dalam STM adalah memikirkan atau mengucapkan secara terus menerus. Proses mempertahankan informasi di dalam STM melalui perulangan disebut rehearsal. Rehearsal ini penting dalam belajar karena semakin lama informasi itu di dalam STM, semakin besar peluangnya untuk dialihkan ke dalam LTM. Tanpa rehearsal, informasi itu mungkin tidak akan berada di dalam STM selala lebih dari 30 detik. Namun karena STM memiliki kapasitas terbatas dalam menyimpan informasi, maka informasi itu dapat hilang karena tergeser oleh informasi lain. Hal ini seperti orang yang baru saja membaca nomer telepon temannya kemudian lupa akan nomer telepon temannya tersebut setelah meneleponnya.
Dalam proses pembelajaran di kelas, pendidik harus memberi waktu kepada peserta didik agar memliki kesempatan yntuk melakukan rehersal. Mengajar terlalu banyak dan terlalu cepat tidak akan efektif karena peserta didik tidak memiliki kesempatan melakukan rehersal pada setiap bagian informasi yang harus disimpan di dalam memorinya. Akibatnya, informasi yang hadir belakangan akan mendorong keluar informasi yang telah ada di dalam STM. Demikian pula, pembelajaran akan efektif apabila pendidik berhenti sejenak untuk member kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan. Peristiwa berhenti sejenak ini juga berarti memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk memikirkan informasi yang baru diterimanya dan melakukan rehersal terhadap informasi yang baru dipelajari. Tindakan seperti ini dapat membantu peserta didik memproses informasi ke dalam STM dan selanjutnya peserta didik dapat memasukkan informasi ke dalam LTM.
Keterbatasan kapasitas yang dimiliki STM juga memiliki implikasi penting dalam pembelajaran. Pendidik tidak boleh menyajikan terlalu banyak gagasan dalam sekali pembelajaran kecuali kalau gagasan itu diorganisir dengan baik dan dihubungkan dengan informasi yang telah ada di dalam LTM peserta didik, sehingga STM mereka dengan bantuan LTM dapat mengakomodasikan seluruh gagasan tersebut.
3. Memory jangka panjang (Long-Term Memory = LTM)
Memori jangka panjang (LTM) adalah bagian dari system memori dimana seseorang menyimpan informasi untuk periode waktu yang lama. LTM memiliki kapasitas tidak terbatas dalam penyimpanan informasi. Informasi yang telah disimpan tidak ada yang hilang karena lupa, walaupun informasi itu mungik tidak dapat dilacak kembali karena gagal di dalam mencari informasi tersebut. Para pakar teori belajar menyatakan bahwa setiap orang tidak pernah melupakan informasi yang telah ada di dalam LTM. Apabila seseorang lupa akan sesuatu bukan berarti orang tersebut lupa akan informasi yang telah dimiliki, melainkan karena adanya kehilangan kemampuan untuk menemukan informasi yang telah ada di dalam memorinya.
Para teorisi belajar kognitif membagi memori jangka panjang ke dalam tiga bagian yaitu :
a. Memori Episodik (Episodic Memory)
Adalah memori tentang pengalaman personal, yakni semacam gambaran mental mengenai sesuatu yang telah dilihat atau didengar. Apabila seseorang menghadapi pertanyaan tentang jenis makanan yang dimakan kemarin malam, maka orang itu mengingat kembali dengan cara membayangkan kegiatan makan yang dilakukan kemarin malam. Memori ini sukar dilacak kembali karena episode kehidupan seseorang sering kali muncul secara berulang-ulang sehingga episode yang terakhir bercampur dengan memori yang sebelumnya.
b. Memori Sematik (Sematic Memory)
Berisi tentang fakta dan informasi tergeneralisasi yang telah diketahui sebelumnya, konsep-konsep, prinsip, dan cara menggunakan informasi tersebut serta keterampilan pemecahan masalah dan strategi belajar. Kebanyakan informasi yang dipelajari di kelas disimpan di dalam memori sematik. Memori ini disebut juga memori deklaratif, diorganisir dengan cara yang khas, memori ini secara mental diorganisir dalam jaringan gagasan yang saling berhubungan yang disebut dengan skemata. Para pakar belajar kognitif menggunakan istilah skema dan schemata untuk menggambarkan jaringan konsep yang dimiliki oleh seseorang di dalam memorinya sehingga memungkinkan dia memahami dan menggabungkan informasi baru. Skemata berfungsi ganda yaitu sebagai skema yang mempresentasikan organisasi pengetahuan dan sebagai kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru.
c. Memori Prosedural (Prosedural Memory)
Prosedural memori menunjuk pada pengetahuan tentang cara mengerjakan sesuatu, terutama dalam tugas-tugas fisik. Jenis memori ini disimpan di dalam serangkaian pasangan stimulus respons. Kemampuan mengendarai mobil, mengoperasikan computer, dan bersepeda adalah contoh-contoh keterampilan yang tersimpan dalam memori procedural.
Memori episodik, sematik, dan procedural memiliki perbedaan dalam cara penyimpanan dan mengorganisir informasi. Informasi dalam memori episodic disimpan dalam bentuk bayangan yang diatur berdasarkan kapan dan bagaimana peristiwa itu terjadi. Informasi dalam memori sematik diatur dalam bentukl jaringan sejumlah gagasan yang oleh Piaget disebut skema. Informasi dalam memori procedural disimpan dalam bentuk pasangan stimulus respons yang kompleks.
C. Teori Belajar Konstruktivisme
1. Pandangan Tentang Belajar
Belajar adalah lebih dari sekedar mengingat. Peserta didik yang memahami dan mampu menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari, mereka harus mampu memecahkan masalah, menemukan (discovery) sesuatu untuk dirinya sendiri, dan berkutat dengan pelbagai gagasan. Pendidik adalah bukan orang yang mampu memberikan pengetahuan kepada peserta didik, sebab peserta didik yang harus mengkonstruksikan pengetahuan di dalam memorinya sendiri. Sebaliknya, tugas utama pendidik adalah:
a. Memeperlancar peserta didik dengan cara mengajarkan cara-cara membuat informasi bermakna dan relevan dengan peserta didik.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan atau menerapkan gagasannya sendiri; dan
c. Menanamkan kesadaran belajar dan menggunakan strategi belajarnya sendiri.
Disamping itu pendidik harus mampu mendorong peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap materi yang dihadapi.
Inti sari teori konstruktivisme adalah bahwa peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam dirinya sendiri. Teori ini memandang peserta didik sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila sudah dianggap tidak dapat digunakan lagi. Hal ini memberikan implikasi bahwa pesrta didik harus terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut pandangan teori rekonstrivistik, belajar berarti mengkonstruksi makna atas informasi dan masukan-masukan yang masuk ke dalam otak. Belajar yang bersifat konstruktif ini sering digunakan untuk menggambarkan jenis belajar yang terjadi selama penemuan ilmiah, invention, diplomasi, dan pemecahan masalah kreatif di dalam kehidupan sehari-hari. Belajar yang bersifat konstruktif ini seperti halnya aktivitas belajar yang dilakukan oleh para ilmuwan. Misalnya, ketika para ilmuwan mencari jawaban tentang alasan terjadinya sesuatu, atau ketika ilmuwan berandai-andai. Untuk memperoleh jawaban tersebut, ilmuwan harus mengeksplorasi dan melakukan eksperimen yang dilandasi oleh hasrat ingin tahu, kreativitas, kesabaran, dan kerja kelompok.
2. Asumsi Tentang belajar
Teori belajar konstruktivisme menyampaikan perubahan paradigma dari pendidikan berdasarkan aliran behaviorisme kepada pendidikan berdasarkan teori kognitif. Teori behaviorisme memfokuskan pada tujuan, tingkat pengetahuan, dan penguatan. Sementara itu teori konstruktivisme memfokuskan pada peserta didik mengkonstrusikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan pada pemikiran itu, selanjutnya teori konstruktivisme menetapkan empat asumsi tentang belajar sebagai berikut.
a. Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta didik yang terlibat dalma belajar aktif.
b. Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat representasi atas kegiatannya sendiri.
c. Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan maknanya kepada orang lain.
d. Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba menjelaskan objek yang tidak benar-benar dipahaminya.
3. Strategi belajar
Penentuan strategi belajar umumnya tidak seluruhnya efektif bagi setiap orang, artinya: mungkin strategi yang digunakan itu efektif untuk seseorang, namun tidak efektif bagi orang lain. Kebermaknaan strategi belajar yang efektif itu tergantung pada karakteristik individu dalam belajar, dan penggunaan strategi belajar dalam mempelajari sesuatu. Apabila yang dipelajari itu berupa konsep, misalnya, tentu menggunakan strategi yang berbeda ketika seseorang belajar tentang fakta. Thomas dan Rohwer (Slavin, 1994) menyajikan beberapa prinsip belajar yang efektif sebagai berikut.
a. Spesifikasi (spesification).
Strategi belajar itu hendaknya sesuai dengan tujuan belajar dan karakteristik peserta didik yang menggunakannya. Misalnya, strategi belajar yang sama dapat efektif bagi anak laki-laki namun tidak efektif bagi perempuan. Belajar sambil menulis ringkasan mungkin lebih efektif bagi seseorang, namun tidak efektif bagi orang lain.
b. Pembuatan (Generativity).
Strategi belajar yang efektif yaitu yang memungkinkan seseorang mengerjakan kembali materi yang telah dipelajari, dan membuat sesuatu menjadi baru. Strategi belajar itu hendaknya mampu melibatkan pengolahan mental tingakat tinggi pada diri seseorang. Misalnya, membuat ringkasan dari bacaaan dan membuat pertanyaan untuk orang lain, menyusun tulisan ke dalam bentuk garis besar, dan membuat diagram yang menghububngkan antar gagasan.
c. Pemantauan yang efektif (Effective Monitoring).
Pemantauan yang efektif yaitu berarti bahwa peserta didik mengetahui kapan dan bagaimana cara menerapkan strategi belajarnya dan bagaimana cara menyatakannya bahwa strategi yang digunakan itu bermanfaat.
d. Kemujaraban Personal (Personal Efficacy).
Peserta didik harus memiliki kejelasan bahwa belajar akan berhasil apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh. Dalam hal ini pendidik dapat membantu peserta didik dengan cara menyelenggarakan ujian berdasarkan pada materi yang telah dipelajari.
Berdasarkan pada prinsip-prinsip penggunaan strategi belajar tersebut, Slavin (1994) menyarankan tiga strategi belajar yang dapat digunakan untuk belajar yang efektif, yaitu: (a) membuat catatan, (b) belajar kelompok; dan (c) menggunakan metode P4QR.
Membuat catatan. Strategi yang paling banyak diguanakan pada waktu belajar dari bacaan maupun belajar dari mendengarkan ceramah adalah membuat catatan. Strategi ini akan menjadi efektif untuk materi belajar tertentu karena mempersyaratkan pengolahan mental untuk memperoleh gagasan utama tentang materi yang telah dipelajari, dan pembuatan keputusan tentang gagasan-gagasan apa yang harus ditulis. Dalam pembelajaran di kelas, pendidik dapat memberikan kerangka catatan sebelum memberikan pelajaran, dan menyusun gagasan-gagasan utama yang harus dicatat oleh peserta didik.
Belajar kelompok. Belajar kelompok ini memungkinkan peserta didik membahas materi yang telah dibaca atau didengar di kelas. Banyak penelitian menemukan bahwa peserta didik yang belajar kelompok akan belajar dan mengingat apa yang telah dipelajari secara lebih baik dibandingkan dengan peserta didik belajar sendiri. Alasannya adalah setiap individu dalam kelompok belajar dapat bertindak sebagai penyaji materi dan sekaligus menjadi pendengar. Posisi penyaji dan pendengar ini dapat dilakukan secara bergantian sehingga seluruh individu dalam kelompok memiliki pemahaman yang sama terhadap materi yang dipelajari.
Metode P4QR. Strategi belajar ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan daya ingat peserta didik terhadap materi yang dipelajari. P4QR merupakan singkatan dari Preview, Question, Read, Reflect, Recite, dan Review (Robinson dalam Slavin, 1994). Prosedur yang digunakan dalam metode ini adalah sebagai berikut.
a. Preview.
Mensurvei atau membaca dengan cepat materi yang dibaca untuk memperoleh gagasan utama dari pengorganisasian materi dan topik serta sub-topik. Perhatikan judul dan sub-judul, dan identifikasi apa yang akan dibaca dan dipelajari.
b. Question.
Membuat pertanyaan untuk diri sendiri mengenai materi yang akan dibaca. Gunakan judul untuk merumuskan pertanyaan seperti apa, mengapa, kapan, dimana, siapa, dan bagaimana (4 W dan 1 H).
c. Read
Membaca materi. Jangan menulis terlebih dahulu. Coba susun jawaban atas pertanyaan yang telah dirumuskan pada saat membaca.
d. Reflect on the material.
Memahami dan membuat kebermaknaan informasi yang disajikan dengan cara: (a) menghubungkan materi yang sedang dibaca dengan pengetahuan yang telah dimiliki; (b) menghubungkan sub-topik di dalam bacaan dengan konsep atau prisip yang penting; (c) memecahkan informasi yang kontradiktif; dan (d) gunakan materi untuk memecahkan masalah yang disarankan oleh materi bacaan.
e. Recite.
Praktik mengingat informasi dengan cara menyatakan secara lisan terhadap hal-hal penting, ajukan pertanyaan dan jawab sendiri.
f. Review.
Review secara aktif atas materi yang telah dipelajari, fokuskan pada pertanyaan yang telah dirumuskan dan baca kembali materi yang mendukung jawaban atas pertanyaan yang telah dirumuskan sendiri.
D. Lupa dan Ingat
Pertanyaan yang sering muncul dalam pikiran orang yang belajar adalah sebagai berikut: “Mengapa seseorang mengingat sesuatu dan melupakan sesuatu yang lain? Mengapa seseorang dapat mengingat hal sepele yang terjadi setahun yang lalu namun lupa terhadap suatu yang penting yang terjadi kemarin?” Kebanyakan peristiwa yang dilupakan terjadi karena informasi dalam STM (Short-Term Memory) tidak pernah ditransfer ke LTM (Long-Term Memory). Tetapi bisa juga lupa itu terjadi dikarenakan seseorang kehilangan kemampuannya di dalam mengingat informasi yang telah ada di dalam LTM.
Salah satu alasan penting seseorang mengalami lupa adalah karena faktor interferensi. Interferensi terjadi apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi lain. Salah satu bentuk interferensi adalah ketika orang mengalami hambatan dalam melakukan rehersal atas informasi yang dimiliki karena adanya informasi lain.
Interferensi itu terjadi dalam dua bentuk, yaitu: (a) intreferensi retroaktif, disebut juga inhibisi retroaktif; dan (b) interferensi proaktif disebut juga inhibisi proaktif. Interferensi retroaktif itu terjadi apabila informasi yang telah dipelajari mengganggu peserta didik dalam mempelajari informasi berikutnya. Dengan kata lain, bab dalam buku yang telah dipelajari sebelumnya, mengganggu kemampuan seseorang dalam mempelajari bab berikutnya. Interferensi proaktif terjadi apabila informasi yang baru dipelajari mengganggu seseorang dalam mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya. Misalnya, orang Indonesia yang telah terbiasa mengendarai kendaraan bermotor di sebelah kiri, ketika tinggal dalam waktu yang lama di negara Barat dan mereka terus mengendarai kendaraan bermotor di sebelah kanan. Hal tersebut berakibat akan lupa dengan kebiasaan mengendarai kendaraan bermotor sebelah kiri sebagaimana yang berlaku di Indonesia.
Bentuk interferensi retroaktif tersebut perlu diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran. Ada beberapa cara untuk mengurangi interferensi retroaktif, yaitu: (a) konsep yang sama atau konsep yang memiliki karakteristik sama hendaknya tidak diajarkan dalam waktu yang berdekatan. Sebaiknya, setiap konsep itu diajarkan secara keseluruhan sebelum memperkenalkan konsep berikutnya. Misalnya, peserta didik hendaknya benar-benar telah mengenal huruf b sebelum mempelajari huruf d, dan (b) menggunakan metode pembelajaran yang berbeda dalam mengajarkan konsep yang sama, atau menggunakan metode pembelajaran bervariasi dalam mengajarkan konsep yang sama.
Meskipun seseorang dalam belajar mengalami peristiwa interferensi sehingga mengalami hambatan dalam belajar, namun ada faktor lain yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi ingat akan informasi yang telah dipelajari pada waktu mempelajari informasi yang sama. Ada dua bentuk pelancaran dalam membangkitkan ingatan yaitu, (a) pelancaran proaktif , dan (b) pelancaran retroaktif. Pelancaran proaktif yaitu seseorang akan mengingat informasi sebelumnya apabila informasi yang baru dipelajari memiliki karakteristik yang sama. Misalnya, orang Indonesia yang telah terbiasa dengan menggunakan bahasa Indonesia akan lebih mudah dalam mempelajari bahasa Melayu. Pelancaran retroaktif yaitu seseorang yang mempelajari informasi baru akan memantapkan ingatan informasi yang telah dipelajari. Misalnya, peserta didik yang mempelajari bahasa Indonesia akan memantapkan ingatan pemahamannya tentang bahasa daerah yang telah dikuasainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar